Anugerah-Mu Cukup Bagiku

 Matius 20:1-16

Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
Matius 20:15

 

Seorang anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar berhasil meraih rangking pertama di kelasnya. Oleh orang tuanya, ia pun diberi hadiah satu setel baju baru. Adiknya tidak meraih prestasi apa-apa. Ia menjalani hari seperti biasa. Satu kali, ia diajak orang tuanya jalan-jalan ke pertokoan. Di sana, ia pun dibelikan satu setel baju baru. Satu kali, seorang pemuda pengangguran yang hidup sebatang kara diminta oleh ayah dari kedua anak tadi untuk membersihkan halaman rumah mereka. Selesai bekerja, anak muda itu diberi uang dan satu setel baju juga.

Apa yang membedakan ketiganya? Jika boleh memilih, Anda ingin di posisi mana? Anak pertama, kedua, atau si pemuda? Normalnya, tidak akan ada yang memilih berada di posisi si pemuda. Meski ia mendapat lebih banyak (baju plus uang), tapi ia mendapatkannya sekadar sebagai upah. Namun, untuk kedua anak tersebut, mereka mendapatkan baju tersebut bukan sebagai upah. Ya, bahkan untuk anak pertama, yang telah meraih prestasi di sekolah, itu juga tidak bisa disebut sebagai upah karena toh ia sendirilah yang paling diuntungkan dengan prestasinya tersebut. Apalagi untuk anak kedua. Kita yang sudah menjadi orang tua pun pastinya juga akan tetap membelikan anak kita baju walaupun dia anak yang sering bandel bukan? Apa yang terjadi pada dua anak inilah yang kira-kira menggambarkan beda antara anugerah dan upah.

Jika boleh memilih, dalam perumpamaan Yesus tentang orang upahan di kebun anggur, Anda pilih menjadi pekerja yang datang awal atau belakangan? Anehnya, tidak sedikit orang memilih menjadi pekerja yang datang awal. Mengapa? Karena mereka merasa itu lebih pasti. Asal berbuat baik, maka mereka akan mendapat berkat. Lebih pasti bukan? Masalahnya, seberapa baikkah kita sehingga kita merasa layak mendapatkan berkat Tuhan? Ya, tak ada pilihan, kita memang mutlak membutuhkan anugerah Allah. Ketika kita menyadari hal ini, maka kita tidak akan lagi mencoba menawar-nawar atau berdebat dengan Allah, mengapa Ia memberi B pada kita sementara orang lain diberikan A. Anugerah-Nya sudah cukup bagi kita. • @

Kita tidak pernah layak mendapatkan berkat Tuhan. Jika kita diberkati, itu semata anugerah-Nya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Taat Sekarang

Februari 21, 2023

Matematika Tuhan

Februari 21, 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *