Daniel 3:1-30
tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
Daniel 3:18
Ketika mengikuti seleksi penerimaan CPNS beberapa waktu lalu, ada satu bagian tes yang disebut Tes Karakteristik Pribadi (TKP). Seperti judulnya, TKP ini berisi soal-soal sifat dan karakter seseorang, bagaimana ia merespons dan menghandle situasi-situasi tertentu dalam pekerjaan, dll. Contoh pertanyaannya, apa yang akan saya lakukan jika saya memimpin sebuah rapat dan terjadi perbedaan pendapat? Bagaimana jika rekan saya memberikan pendapat dan saya merasa pendapat saya lebih berkualitas?, dsb. Saat mengerjakan, saya berpikir “Untuk apa soal-soal ini dijadikan tes masuk? Memangnya ada orang yang tidak lulus di bagian ini?” Sejujurnya, hampir semua orang, termasuk saya, menjawab rangkaian pertanyaan tersebut hanya berdasarkan pendapat umum yang dirasa paling bagus saja. Tidak heran, walau sudah melalui proses seleksi kepribadian semacam itu, tetap saja kita dapati PNS yang tidak taat pada hal-hal yang patut ditaati.
“You can talk the talk, but can you walk the talk?” begitu kata satu kutipan. Pada kenyataannya, sangat mudah mengatakan “Datang tepat waktu itu benar”, “korupsi itu salah”, tapi praktiknya adalah pembenaran diri, “Telat ke kantor itu salah, tapi jalanan kan macet?” “Korupsi itu salah, tapi saya bisa dimusuhi jika tidak mendukung praktik itu.” Begitu banyak alasan yang kita pakai untuk membenarkan diri kita. Dengan kata lain, mulut kita sangat hebat tapi tangan kita sangat lemah. Apa yang kita lakukan tidak sama dengan apa yang kita katakan.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak hanya menyembah Tuhan dengan kata-kata saja. Ketika diancam ‘menyembah raja atau dipanggang hidup-hidup’, mereka memilih untuk menghadapi dapur api yang menyala-nyala itu. Kekristenan mereka teruji melalui ketaatan kepada Tuhan, bukan sekadar pengetahuan rohani belaka. Kekristenan bukan hanya mengetahui apa yang benar, tapi bagaimana hidup dalam kebenaran. Kekristenan bukan hanya soal tahu apa yang seharusnya dilakukan, melainkan melakukan apa seharusnya. Mari belajar untuk tidak hanya pintar berkata, tetapi juga hebat dalam berbuat. • Dyan
Kekristenan bukan hanya mengetahui apa yang benar, tapi juga bagaimana hidup dalam kebenaran.